Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengawal Uji Vaksin TBC

 

Ilustrasi Uji Vaksin TBC (Sumber: iStock)

Kehadiran Bill Gates di Indonesia beberapa waktu lalu telah memicu diskusi publik, terutama terkait dengan kolaborasi dalam pengembangan vaksin Tuberkulosis (TBC). Pemerintah menyambut baik kerjasama ini sebagai langkah krusial dalam mengatasi masalah kesehatan serius yang masih menghantui tanah air. Mengingat Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam jumlah kasus TBC, sebuah fakta yang sangat mengkhawatirkan, inovasi dalam penanggulangan penyakit menular ini menjadi kebutuhan mendesak.

Data menunjukkan, setidaknya terdapat 1,06 juta penderita TBC dan lebih dari seratus kematian setiap tahunnya di negara kita. Penyakit ini menyerang paru-paru dan berpotensi fatal jika tidak diobati, bahkan dapat menyebar ke organ vital lainnya. Pengobatan TBC yang selama ini mengandalkan kombinasi obat dalam jangka waktu panjang seringkali terhambat oleh resistensi obat, efek samping yang memberatkan pasien, serta tantangan dalam memastikan kepatuhan pengobatan.

Vaksin M72/AS01E yang sedang dikembangkan merupakan kandidat vaksin baru untuk mencegah TBC pada remaja dan dewasa yang telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis namun belum sakit. Dalam konteks ini, pengembangan vaksin TBC baru menjadi harapan. Vaksin BCG yang telah lama digunakan memiliki keterbatasan efektivitas, terutama pada orang dewasa. Oleh karena itu, kehadiran vaksin M72/AS01E yang kini tengah diuji coba menjanjikan perlindungan yang lebih optimal.

Uji klinis fase 3 vaksin TBC ini melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia, yang menghadapi tantangan besar dalam pengobatan TBC sehingga membutuhkan vaksin baru yang lebih efektif. Pengembangan vaksin ini melibatkan perusahaan farmasi internasional seperti GSK, lembaga riset, serta lembaga donor seperti The Gates Foundation dan Wellcome Trust, yang bertujuan menghasilkan vaksin yang aman dan efektif.

Organisasi seperti WHO dan Stop TB Partnership juga memiliki kepentingan dalam uji klinis ini untuk mempercepat penanggulangan TBC global. Pemerintah Indonesia serta lembaga riset dan perusahaan farmasi nasional turut berkepentingan karena partisipasi dalam riset ini dapat meningkatkan profil ilmiah dan membuka akses pembiayaan serta kemitraan internasional.

Namun, uji klinis ini memunculkan kekhawatiran di masyarakat Indonesia terkait keamanan vaksin, potensi efek samping, dan transparansi prosesnya. Status Indonesia sebagai negara dengan beban TBC tinggi menjadikan isu ini sensitif, dan pemerintah melalui Kemenkes dan BPOM telah memberikan izin untuk uji klinis dengan harapan vaksin ini dapat menekan angka kejadian TBC.

Meski demikian, kekhawatiran tentang potensi eksploitasi negara berkembang, efek samping jangka panjang, serta kurangnya transparansi dan akuntabilitas tetap mengemuka, sehingga kajian mendalam tentang manfaat, kepentingan pihak terkait, dasar hukum, dan sikap kritis publik serta pemerintah menjadi penting. 

Kritik dan respons beragam dari masyarakat sipil juga menyoroti kurangnya sosialisasi dan potensi konflik kepentingan, di samping klaim bahwa uji klinis ini bertujuan untuk kepentingan global, termasuk Indonesia, kekhawatiran tentang agenda tersembunyi aktor-aktor global juga muncul.

Agar uji coba vaksin TBC di Indonesia berjalan baik dan aman, langkah-langkah penting harus diterapkan. Pertama, transparansi dalam setiap tahapan uji klinis adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat, yang memerlukan sosialisasi aktif informasi yang akurat dan mudah dipahami.

Kedua, BPOM memegang peran krusial dalam pengawasan ketat uji klinis untuk menjamin keamanan dan efektivitas vaksin. Ketiga, keterlibatan aktif masyarakat dan organisasi sipil dalam pengambilan keputusan uji klinis penting untuk mengakomodasi berbagai perspektif dan kekhawatiran.

Keamanan peserta uji klinis juga harus menjadi prioritas utama, mengingat potensi efek samping yang tak terduga dan risiko pelanggaran hak warga negara akibat uji coba tanpa informed consent atau pengawasan etika yang kuat. Selain itu, kurangnya transparansi atau efek samping serius dapat memicu ketidakpercayaan publik terhadap program vaksinasi di masa depan, yang berisiko menimbulkan konsekuensi politis dan sosial.

Oleh karena itu, pengawalan publik dan media terhadap pelaksanaan uji klinis vaksin diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan mencegah penyimpangan demi keuntungan sponsor. Langkah-langkah pencegahan komersialisasi berlebihan oleh pihak manapun, baik dalam maupun luar negeri, juga harus diantisipasi sejak awal.

Indonesia memang memiliki peluang strategis dalam upaya global melawan TBC. Uji klinis ini memberikan akses inovasi kesehatan, memperkuat riset medis nasional, memungkinkan pengumpulan data lokal yang relevan, dan berpotensi meningkatkan diplomasi kesehatan serta prioritas akses vaksin. Namun, potensi risiko kesehatan masyarakat dan eksploitasi perlu diantisipasi.

Sebagai penutup, pengembangan vaksin TBC adalah langkah maju dalam memerangi epidemi ini di Indonesia. Meski ada kontroversi, hasil positif dapat dicapai melalui transparansi, pengawasan ketat, dan partisipasi aktif masyarakat. Masyarakat perlu bersikap kritis konstruktif, pemerintah memperkuat pengawasan, akademisi/ormas/tokoh masyarakat mengedukasi dan mengawasi, serta Indonesia perlu menjadikan ini momentum untuk memberantas penyakit menular.

Catatan:
Tulisan ini telah tayang di media Kumparan 26 Mei 2025 https://kumparan.com/mujas-teguh/mengawal-uji-vaksin-tbc-258vP430XIA/full


Posting Komentar untuk "Mengawal Uji Vaksin TBC"